HUKUM
KHITAN
·
Soal:
Apa hukum khitan?
Jawaban asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah:
Khithan termasuk dari
sunnah-sunnah fitrah dan termasuk pula dari syiar-syiar Islam, sebagaimana yang
ditunjukan dalam ash-Shahihain dari hadits Abu Hurairah, ia berkata:
قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْفِطْرَةُ خَمْسٌ: الْخِتَانُ، وَالِاسْتِحْدَادُ، وَقَصُّ الشَّارِبِ،
وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الْإِبْطِ»
.
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sunnah-sunnah fitrah itu ada lima, yaitu; berkhitan, mencukur bulu
kemaluan, memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memulai
dengan penyebutan khitan dan Beliau mengkabarkan bahwa hal tersebut termasuk
sunnah-sunnah fitrah.
· Khitan secara syariat
adalah memotong sebagian kulit yang menutupi ujung kemaluan saja. Adapun
menguliti atau menghabiskan (sebagian) kulit yang menutupi kemaluan atau
menghabiskan seluruhnya sebagaimana hal ini terjadi di sebagian negera-negera
keji, yang mana mereka beranggapan dengan kejahilan mereka bahwa yang demikian
itu adalah khitan yang disyariatkan, padahal tidaklah yang demikian itu
melainkan syariat syaithan yang dia bungkus dengan keindahan kepada orang-orang
yang jahil, menyiksa yang dikhitan dan menyelisihi sunah Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wasallam serta syariat Islamiyah yang datang membawa
kemudahan dan menjaga (keselamatan) jiwa.
Hal tersebut (perbuatan
mereka) diharamkan dari beberapa sisi, diantaranya;
1. Yang telah tetap dalam sunnah adalah memotong sebagian kulit
yang menutupi ujung kemaluan saja.
2. Sesungguhnya perbuatan tersebut merupakan
bentuk penyiksaan dan penganiayaan jiwa. Sungguh Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam telah melarang penganiayaan, membebani dengan beban yang berat kepada
hewan dan mempermainkannya atau memotong sebagian tubuhnya. Maka menyiksa
manusia lebih-lebih dilarang dan lebih besar dosanya.
3. Perbuatan tersebut menyelisihi perbuatan ihsan
(berlaku baik) dan ar-Rifq (bersikap lembut) yang mana hal ini telah
dihimbaukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya:
«إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ»
"Sesungguhnya Allah telah
mewajibkan supaya selalu bersikap baik terhadap setiap sesuatu." [HR.
Muslim]
4. Perbuatan ini sesungguhnya mengantarkan kepada perbuatan pidana
dan membunuh yang dikhitan, padahal yang demikian itu tidak boleh, karena Allah
berfirman:
{وَلَا
تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ}
"dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. [QS. Al-Baqarah:195]
{وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ
رَحِيمًا}
"Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu." [QS. An-Nisa:29]
Oleh karena itu, disebutkan oleh para
ulama bahwa tidak ada kewajiban khitan yang sesuai dengan syariat kepada orang
dewasa jika dikuatirkan yang demikian itu (mudarat) kepadanya.
Adapun (budaya) berkumpulnya
para laki-laki dan perempuan pada hari yang telah ditentukan untuk menghadiri
(walimah) khitan dan membiarkan anak (yang dikhitan) telanjang dihadapan
mereka, maka hal ini dilarang, karena padanya perbuatan membuka aurat yang mana
agama Islam memerintahkan untuk menutup aurat dan melarang untuk
mempertontonkannya.
Demikian pula campur baurnya
para laki-laki dan perempuan dalam acara tersebut tidaklah diperbolehkan,
karena terdapat padanya fitnah dan penyelisihan syariat yang suci ini.
Sumber:
Majmu' Fatawa Syaikh Bin Baz: 4/424.
~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
Alih
bahasa: Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy
Tanggal 4
Dzulhijjah 1435/ 28 September 2014_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.
disalin dari sini
~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar